Selasa, 21 Agustus 2007

Kandungan Qur'an

1 Belajar memahami intisari kandungan alQur:an

Pokok pangkal isi alQur:an adalah seruan yang disampaikan oleh para Rasul, yaitu : “Sembahlah Allah. Tak ada Tuhan bagimu selainNya”, “Sembahlah Allah. Dan jauhilah thaghut” (Simak antara lain dalam QS 7, 11, 23, juga dalam QS 21:25, 16:36). Inilah hakikat dakwah para Rasul, dan ini pulalah inti ajaran Islam.

Dalam rangka mengenal Allah, simaklah Induk Istighfar (permohonan ampunan dosa) berikut : “Ya Allah. Engkau Tuhanku. Tak ada Tuhan selain Engkau. Engkau menciptakanku. Aku hambaMu. Aku berbuat mengukuti ketentuan dan ketetapanMu. Aku menerima nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku mengakui dosaku. Karena itu ampunilah aku. Tak ada yang dapat memberi ampunan dosa kecuali Engkau. Aku mohon perlindungan kepadaMu dari kejahatan apa saaja yang aku lakukan (HR Bukhari dari Syaddad dalam “Riadhus Shalihin”, Imam Nawawi, jidid II, hal 654, hadis no.7).

Dapat pula disimak dalam QS 112:1-4. “Katakanlah : Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah yang kepadaNya bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula dilahirkan. Dan tidak ada seorangpun yang sebanding Dia”.

Dalam terjemahan Qur:an bahasa Inggeris, thaghut adalah idolatry, false Gods (tuah palsu, Tuhan bohong-bohongan, Tuhan-Tuhanan). Jadi “menjauhi thaghut” berarti “tidak mempertuhankan selain Allah”. Kembali pada hakikat dakwah para Rasul, kembali pada inti ajaran Islam “Sembahlah Allah. Tak ada Tuhan bagimu selainNya”, Sembahlah Allah. Jauhilah thaghut”.

Sedangkan menyembah (beribadah) berarti tunduk patuh kepada Allah secara mutlak dalam segala hal. Ibadah merupakan implementasi, realisasi penerapan dari keimanan dan keyaakinan bahwa : “Tak ada Tuhan selain Allah”. Beribadat berarti mengikuti aturan dan hukum Allah dalam setiap hal dan setiap kondisi, dan melepaskan diri dari ikatan setiap hukum yang bertentangan dengan hokum Allah. Dengan kata lain, ibadah itu melaksanakan tugas, beban, kewajiban yang dipikulkan Allah. Tugas untuk meraih kebahagiaan di akhirat, yang bersifat spiritual (iqamatuddin). Dan tugas untuk memakmurkan dunia yang bersifat sekuler (‘imaratul ardh).

Pengertian menyembah, beribadat, mengabdi, memperhambakan diri, dapat disimak antara lain dalam QS 109:1-6. “Katakanlah : Hai orang-orang kafir. Aku tak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu juga tak akan menyembah yang aku sembah. Aku tidak akan menjadi penyembah yang kamu sembah. Dan kamu juga tidak akan menjadi penyembah yang aku sembah. Bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Inilah realita. Yang kafir silakan dengan urusan kekafirannya. Yang Islam biarkan dengan urusan keIslamannya. Masing-masing tak akan mencampuri urusan yang lain.

Pengertian pengabdian, penghambaan diri tersimpul pada ayat QS 6:163, “Shalatku, Hajiku, Hidupku, Matiku untuk Allah Tuhan Alam semesta”.

(BKS 0708201845)

2 Belajar memahami Ibadah

Ibadah adalah ketundukan mutlak kepada Allah dalam segala hal. Ibadah merpakan implementasi, realisasi, penerapan dari keimanan dan keyakinan bahwa ‘Tak ada Tuhan selain Allah”. Beribadat berarti mengikuti aturan dan hokum Allah dalam setiap hal dan setiap kondisi dan melepaskan diri dari ikatan setiap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah.

Dari sudut pandang hukum/fiqih, ibadah itu mencakup :
- Ibadah wajib. Melaksanakan perbuatan yang disuruh (wajib) dan meninggalkan perbuatan yang terlarang (haram).
- Ibadah sunnah. Melaksanakan perbuatan yang dianjurkan (sunnah) dan meninggalkan perbuaatan yang tercela (makruh).
- Ibadah mubah. Melaksanakan atau meninggalkan perbuatan yang dibolehkan (mubah).

Dari sudut bentuknya, ibadah mencakup :
- Ibadah batin. Berhubungan dengan kerohanian, keimanan, keyakinan, pemikiran, pemahaman.
- Ibadah lahir. Mencakup :
=Ibadah ifradi. Berhubungan dengan perbuatan perorangan, seperti Rukun Islam.
=Ibadah keluarga. Berhubungan dengan perbuatan dalam hubungan kekeluargaan, seperti hubungan antara suami dan isteri, antara orangtua dan anak.
=Ibadah jama’i. Berhubung dengan perbuatan bersama. Ibadah dsalam bermasyar(syu’uri).

Dalam terminologi Fiqih (Hukum Islam), ibadah (dalam pengertian luas) mencakup :
- Rubu’ ibadah (dalam pengertian sempit, seperti Rukun Islam).
- Rubu’ munakahah (mengenai hubungan kekeluargaan).
- Rubu’ mu’amalah (mengenai hubungan tataniaga).
- Rubu’ jinayat (mengenai hubungan tatanegara).

(Disimak antara lain dari :
- Ummu Yasmin : “Materi Tarbiyah”, 2005:118-128,
- Abul A’la alMaududi : “Bagaimana memahamai Qur:an”, 1981:95-117,
- ------------“------------ : “Prinsip-Prinsip Islam”, 1975:105-107,
- ------------“------------ : “Dasar-Dasar Islam”, 1984:107-115)

(BKS0708130645)

3 Belajar memahami Hidup dan Mati dalam Islam

Dalam ungkapan Melayu, hidup itu bagaikan roda pedati, selalu berputar. Kadang-kadang diatas. Kadang-kadang di bawah.

Dalam Qur:an, hidup itu diumpamakan bagai perubahan tanaman dari situasi panen ke situasi pacakelik. “(Perumpamaan) kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami (kata Allah) turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angina” (QS 18:45, simak juga QS 10:24).

Ungkapan Yunani yang diajarkan Heraclitus menyebutkan “phanta rhei”, semua berubah, tak ada yang kekal.

Corak hidup dalam Islam adalah wara’, ana’ah, zuhud, tidak kapitalistik. Menjaaauhi yang syubhat (yang tak jelas), mencukupkan yang ada, sibuk menyebarkan hartanya fi sabilillah untuk kepentingan akhirat(mementingkan ajaran Allah), tak sibuk menumpuk-numpuk harta untuk kepentingan dunia. “Untuk apakah dunia bagiku (kata Raswulullah), aku di dunia ini bagaikan seseorang yang bepergian, berhenti sebentar, bernaung dibawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya” (HR Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud dalam “Riadhus Shalaihin” Imam Nawawi, pasal “Keutamaan uhud, Tidak Rakus pada Dunia”.

Pola hidup dalam Islam mengacu pada sabda Rasulullah : “Cukuplah bagi kamu dunia ini, jika ia menghilangkan lapar kamu, dan menutup tubuh kamu, dan bersama dengan semua ini, kamu mendapatkan perlindungan, dan jika bersama itu juga kamu mendapat sesuatu untuk dikendarai, lalu apa lagi yang kamu inginkan?” (HR Tirmidzi dari Usman bin Affan, dalam buku “Muhammad Sebagai Seorang Pedagang” oleh Afzalurrahman, 1997:93,198,271).

Daam hidup, Islam mem berikan kebebasan seluas-luasnya, tapi bukan sebebas-bebasnya. Ada beberapa hal yang terlarang. Di antaranya memakai whig, membuat tato, mengasah gigi (Simak antara lain dalam “Riadhus Shalihin” Imasm Nawawi, pada pasal “Harama Menyambung Rambut, Membuat Tahi Lalat dan Pancur Gigi”).

Salah satu yang mengungkung, membelenggu manusia itu adalah sifat asli manusia itu sendiri, yaitu sifat “halu’a” (anxious) (QS &0:19). Ada yang mengartikan dengan sifat keluh kesah lagi kikir. Dan ada pula yang mengartikan dengan sifat keluh kesah lagi tamak. Gelisah, tidak sabar, khawatir itu disebabkan oleh keserakahan dalam memperoleh kekayaan material. Itulah karakter asli manusia. Namun demikian, watak serakah manusia itu, jika dituntun dengan baik, akan kreatif menaiki ma’arij, jenjang kemaajuan social ekonomi dan ilmu pengetahuan (idem, 1997:195,211-212). Nafsu (emosi) sebagai motor, penggerak, sedangkan akal (rasio) sebagai rem, pengendali.

Samadi (Anwar Rasyid) bermadah “Senandung hidup” bahwa “Ketika lahir disambut ebang, ketika mati dilepas salat. Antara adan dengan sembahyang, wahai hidup, alangkah singkat” (HB Jassin : “Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dab Essay”, 1954:24). Selagi sibuk bermegah-megah, maut tiba-tiba menjemput, mengantar ke kubur (Simak antara lain QS 102:1-2).

Setiap yang hidup pasti mati (Simak antara lain QS 3:185). Matilah sebagai Muslim, Mukmin, Muhsin, Muttaqin (Simak antara lain QS 2:132). Selagi hidup ingatlah Allah dan ingatlah mati. “Ingatlah Allah sebanyak-banyaknya” (Remember Allah with much remembrance) (QS 33:41). “Banyak-banyaklah mengingat kematian” (HR Tirmidzi dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Ingat pada Maut dan Mengurangi angan-angan”). Sering-seringlah mengingat mati.

Ujud, bentuk ingat akan Allah (zikurullah), ingat akan mati (dzikrulmaut), dalam bentuk iman akan Allah dan iman akan akhirat. Konkritnya dalam bentuk amal saleh, husnul khuluq. “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik akhlak budi pekertinya” (HR Bukhari, Muslim dari Abdsullah bim Amru bin al’Ash, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawasi, pasal “Husnul Khuluq (Baik Budi)”).

(BKS0706270600)

4 Hidup menurut Islam

Islam tak membatasi dirinya semata-mata pada mensucikan kehidupan rohani dan kehidupan moral (pada kehidupan spiritualistic), tapi meliputi seluruh bidang kehiudpan, baik kehidupan individual, maaupun kehidupan social (ijtima’i), politik (siyasi), ekonomi (iqitshadi), militer (‘askari), hokum (jina:i), pendidikan (tarbawi), budaya (syu’uri), moral (akhlaqi), ideology (I’tiqadi). Islam mencakup kehidupan ukhrawi (spiritualistic) dan kehidupan duniawi sekularistik), membawa rahmat lil’alamain, membawa kedamaian, kebahagiaan, kesentosaan, kemakmuran bersama. Islam tidak memisahkan urusan agama dan Negara. Dalam Islam, nafsu (emosi) merupakan motor penggerak kemajuan, sedangkan akal (rasio) sebagai rem pengendalinya.

Bumi diciptakan Allah sebagai tempat tinggal sementara bagi manusia. Untuk mengelola, memakmurkan bumi ini, Allah mengaruniai manusia nafsu (emosi) dan akal (rasio). Akal memiliki kemampuan berpikir dan kesanggupan membedakan yang benar dari yang salah, membedakan yang baik dari yang buruk. Manusia diberi Allah kedaulatan terbatas (kekuasaan nisbi) sebagai khalifah Allah di muka bumi. Nanti kepada Allah masing-masing manusia mempertanggungjawabkan tugas kewajiban kekhalifahannya). Langit, bumi, gunung tak mampu, tak sanggup memikul beban tugas, kewajiban ini (Simak QS 33:72).

Bagi seorang Muslim, maka Pedoman/pandangan hidupnya (minhajul hayah) adalah Qur:an dan Sunnah (Simak juga QS 6:153, 3:85, 3:19). Tujuan hidupnya adalah Ridha Ilahi. Tugas hidupnya adalah Ibadah (dalam segala hal baik spiritual maupun secular, iqamatuddin). Peran/fungsi hidupnya adalah Khilafah (mengelola, memakmurkan bumi, ‘imaratul ardh). Kawan hidupnya adalah orang Mukmin. Lawan hidupnya adalah Pendengki, Munafiq, Kafir, Setan, Thagut, Nafsu. Teladan hidupnya adalah Rasulullah saw (QS 33:21). Bekal hidupnya adalah Amwal dan Anfus, termasuk juga Nafsu dan Akal.

(BKS0708211145)